Contoh Makalah Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Pergerakan nasional lahir dari penderitaan rakyat. Bangsa Indonesia terbelakang disemua bidang. Mereka miskin, ekonominya dikuasai bangsa asing. Pendidikan Indonesia pun tertinggal, sebahagian besar rakyat masih buta huruf. Jumlah sekolah lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk yang relatif banyak. Lagi pula tidak semua orang bebas memasuki sekolah. Rakyat biasa hanya bisa memasuki sekolah rendah pribumi. Murid-murid hanya diajar sekedar membaca, menulis dan berhitung, setelah tamat mereka hanya diangkat sebagai pegawai rendah dengan gaji yang kecil atau sedikit.
Pendidikan yang memakai sistem barat hanya boleh diikuti oleh anak pegawai yang bergaji besar atau banyak, anak bangsawan atau anak orang kaya. Rakyat tidak mempunyai tempat untuk mengadu nasib. Penguasa-penguasa pribumi tidak berkuasa lagi. Raja-raja dan para Bupati hanya memerintah sesuai kehendak Belanda. Bahkan, banyak diantaranya dijadikan alat untuk menindas rakyat. Dalam keadaan seperti itu, golongan pelajar tampil kemuka. Mereka adalah orang-orang Indonesia yang mendapat pendidikan Barat. Mereka mempelopori dan memimpin pergerakan nasional. Mereka berjuang di berbagai bidang, ada yang berjuang di bidang politik, ekonomi, maupun di bidang pendidikan.
Tujuan perjuangan itu satu, yaitu mencapai kemerdekaanbangsa dan tanah air.Peristiwa-peristiwa di dalam negeri berpengaruh pula terhadap Pergerakan Nasional. Peristiwa itu antara lain kemenangan Jepang dalam perang melawan rusia pada tahun 1905, Jepang bangsa Asia sedangkan Rusia bangsa Eropa(barat). Kemenangan Jepang itu membuktikan bahwa bangsa Asia bisa mengalahkan bangsa Eropa. Revolusi cina dan gerakan nsional India dan Filipina, mempengaruhi juga pergerakan nasional.
Revolsi Cina meletus pada tahun 1911. Golongan nasionalis Cina berhasil mengalahkan Dinasti Manchu yang sudah lama menguasai negeri Cina. Dinasti Manchu bukan orang cina asli.Di India terjadi gerakan nasional menentang penjajahan Inggris. Pemimipin terkemuka India adalah Mahatma Gandhi.Di Filipina terjadi pula gerakan nasional menentang penjajahan Spanyol.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan penulis, maka penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul: “Organisasi Pergerakan Nasional Sebagai Sarana Perjuangan Melawan Kolonialisme di Indonesia”

B.  Rumusan Masalah
1.      Organisasi-organisasi pergerakan Nasional Indonesia
2.      Upaya-upaya menggalang persatuan
3.      Berkemangnya taktik moderate dan kooperatif dalam pergerakan nasional
C.  Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu:
1.      Untuk mendiskripsikan Pergerakan Nasional Indonesia
2.      Menganalisis tokoh-tokoh Nasional






BAB II
PEMBAHASAN

A.    ORGANISASI- ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA
1.   Perhimpunan Indonesia
Perhimpunan Indonesia adalah salah satu organisasi pergerakan nasional yang berdiri di negeri Belanda. Perhimpunan Indonesia didirikan oleh mahasiswa Indonesia serta orang-orang Belanda yang menaruh perhatian pada nasib Hindia Belanda yang tinggal di Negeri Belanda. Perhimpunan Hindia atau Indische Vereeniging (IV) berdiri pada tahun 1908, yang dibentuk sebagai sebuah perhimpunan yang bersifat sosial. Organisasi ini merupakan ajang pertemuan dan komunikasi antar mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri Belanda.
Namun, setelah kedatangan pemimpin Indische Partiij di Belanda, IV berkembang pesat dan memusatkan kegiatannya pada bidang politik. Tokoh-tokoh organisasi yang berpandangan maju tersebut mencetuskan untuk pertama kali konsep Hindia Bebas dari Belanda dan terbentuknya negara Hindia yang diperintah oleh rakyatnya sendiri. Program kegiatannya antara lain bekerja di Indonesia dan membentuk Indonesische Verbond van Studeerenden (Persatuan Mahasiswa Indonesia).
Hal terpenting dari penggabungan ini adalah dengan digantinya "Indische" dengan "Indonesische." Hal ini merupakan pertama kalinya dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia dikenalkan istilah "Indonesische" atau "Indonesia" dalam kegiatan akademik dan politik. Pada tahun 1923, Iwa Kusumasumatri sebagai ketua, sejak saat itu sifat perjuangan politik organisasi semakin kuat. Dalam rapat umum 1923 organisasi ini menyepakati tiga asas pokok organisasi yaitu:

a.    Indonesia menentukan nasib sendiri
b.   Untuk itu Indonesia harus mengandalkan kekuatan dan kemauan sendiri
c.    Untuk melawan pemerintah kolonial Belanda, bangsa Indonesia harus bersatu.

Untuk menunjukkan sikap nasionalismenya, para pengurus organisasi ini kemudian mengubah nama majalah Hindia Putera dengan Indonesia Merdeka. Pada edisi pertama majalah Indonesia Merdeka diungkapkan bahwa penjajahan Indonesia oleh Belanda dan penjajahan Belanda oleh Spanyol memiliki banyak persamaan. Selain itu diungkapkan pula alasan tidak disebutnya negara Hindia Belanda karena hampir sama dengan orang Belanda yang tidak mau menyebut negaranya dengan Nederland-Spanyol. Para mahasiswa mengetahui hal ini setelah mempelajari mengenai perjuangan Belanda melawan Spanyol.
Organisasi ini juga berpendapat bahwa kemerdekaan adalah hak setiap bangsa yang ada di dunia, termasuk hak bangsa Indonesia yang masih terjajah. Semangat perjuangan politiknya yang jelas menuju Indonesia merdeka menjadikan organisasi ini disegani oleh oranisasi-organisasi sejenis di kalangan negara-negara terjajah di Asia. Propaganda tentang tujuan dan ideologi baru bangsa Indonesia disosialisasikan secara lebih gencar oleh organisasi ini dengan menerbitkan buklet dalam rangka memperingati hari jadi yang ke-15 pada 1924.
Indische Vereeniging (IV) pada 3 Februari 1925 berubah namanya menjadi Perhimpunan Indonesia. Dalam majalah Indonesia Merdeka, ditulis bahwa perubahan nama ini diharapkan dapat memurnikan organisasi dan mempertegas prinsip perjuangan organisasi. Sementara, dalam artikel yang muncul pada bulan yang sama dengan judul Strijd in Twee Front (Perjuangan di Dua Front), menyatakan bahwa perjuangan selanjutnya akan lebih berat dan pemuda Indonesia tidak akan ada yang dapat menghindarinya.
Mereka harus berusaha mengerahkan semua kemampuannya jika ingin mencapai kemerdekaan. Para pemimpin Perhimpunan Indonesia menyatakan bahwa organisasi mereka merupakan organisasi pergerakan nasional. Sebagai kelompok elite serta golongan menengah baru, mereka harus memainkan peran pentingnya sebagai agen pengubah masyarakat dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat merdeka, dari masyarakat terbelenggu menjadi masyarakat bebas, dan dari masyarakat yang bodoh menjadi masyarakat yang pintar.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut diperlukan wadah negara kesatuan yang merdeka dan berdaulat. Salah seorang pemimpin Perhimpunan Indonesia, Moh. Hatta, dengan penuh semangat menyerukan bersatunya semua unsur nasionalis Indonesia. Di antara empat pikiran pokok ideologi Perhimpunan Indonesia, pokok pikiran "merdeka" merupakan kuncinya. Keempat pokok pikiran itu adalah kesatuan nasional, kemerdekaan, nonkooperatif, dan kemandirian.
Ideologi Perhimpunan Indonesia yang terdiri dari empat gagasan telah disetujui pada Januari 1925. Keempat gagasan tersebut adalah sebagai berikut:
1)   membentuk suatu negara Indonesia yang merdeka;
0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;"> 2)   partisipasi seluruh lapisan rakyat Indonesia dalam suatu perjuangan terpadu untuk mencapai kemerdekaan
2)  konflik kepentingan antara penjajah dan yang dijajah harus dilawan dengan mempertajam dan mempertegas konflik. Konflik ditujukan untuk melawan penjajah; dan
3)   pengaruh buruk penjajahan Belanda terhadap kesehatan fisik dan psikis bangsa Indonesia harus segera dipulihkan dan dinormalkan dengan cara terus berjuang mencapai kemerdekaan.
Berkembangnya paham marxisme, leninisme, dan sosialisme di Eropa mengenai perjuangan kelas dan konflik antara kaum kapitalis dan kaum proletar telah mempengaruhi cara pandang tokoh-tokoh pergerakan nasional yang tinggal di Belanda, Eropa. Oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional, paham-paham tersebut diaplikasikan dalam ideologi pergerakan nasional. Mereka memandang bahwa rakyat negeri jajahan adalah sebagai kaum proletar yang tertindas akibat imperialisme yang identik dengan kapitalisme.
Tokoh pergerakan, seperti Semaun, dibuang ke Amsterdam, Mohammad Hatta, Ali Sastroamidojo, Gatot Mangkupraja, dan Subarjo adalah penganut paham-paham baru dari Eropa tersebut. Paham marxis, leninis, dan sosialis telah memberikan dorongan kepada mahasiswa dalam menumbuhkan semangat perjuangan bangsa kulit sawo matang Indonesia dengan bangsa kulit putih Belanda. Dalam melakukan kegiatan politiknya, para mahasiswa Indonesia di Belanda sering mengadakan pertemuan, diskusi ilmiah dan politik diantara mereka sendiri serta dengan berbagai mahasiswa lainnya di negeri Belanda.
Tujuannya adalah untuk mengembangkan persamaan pandangan serta menggalang simpati baik dari Indonesia, dunia internasional, maupun dari orang Belanda sendiri tentang Indonesia merdeka. Oleh karena itu, PI menganjurkan agar semua organisasi pergerakan nasional menjadikan konsep Indonesia merdeka sebagai program utamanya. Seruan mahasiswa Indonesia di negeri Belanda terhadap organisasi pergerakan di Indonesia untuk meningkatkan aktifitas politik mendapat sambutan di Indonesia. Salah satu di antaranya adalah PKI.
pada November 1926, komite revolusioner PKI mengadakan pemberontakan di Jawa Barat. Januari 1927, PKI juga mengulangi aksinya di pantai barat Sumatra. Namun kedua aksi ini mengalami kegagalan. Pemberontakan PKI yang gagal di Banten dianggap tanggung jawab PI di Negeri Belanda. Setelah terjadi pemberontakan tersebut pemerintahan kolonial Belanda berusaha menangkap para pemimpin PI di Belanda. Tokoh-tokoh PI, seperti Ali Sastroamidjojo, Abdul Karim, M Jusuf, dan Moh.
Hatta dianggap memiliki hubungan dekat dengan Moskow, sebagai markas gerakan comintern. Akibat tuduhan itu mereka ditangkap, kemudian diadili atas tuduhan makar terhadap pemerintah. Karena pembelaan mereka, akhirnya mereka dibebaskan setelah tidak terbukti terlibat dalam pemberontakan tersebut. Dalam pidato pembelaannya, mereka menjelaskan bahwa PI hanya sekedar membicarakan kemungkinan tindak kekerasan, kecuali pemerintah Belanda memikirkan tentang kemerdekaan Indonesia.
Pembebasan mereka dari tuduhan tersebut dirayakan oleh anggota-anggota PI dan partai-partai nasionalis Indonesia, karena dianggap sebagai suatu kemenangan gerakan nasionalis atas negeri kolonial Belanda. Karena kemenangan tersebut, maka kaum nasionalis Indonesia di Belanda semakin mendapat simpati massa di Belanda. Perhimpunan Indonesia mempunyai peran penting dalam pergerakan nasionalis Indonesia, walaupun organisasi ini berdiri di Belanda dan banyak bergerak di negeri tersebut. Peran tersebut antara lain:


1)      sebagai pembuka keterkungkungan psikologis bangsa Indonesia dan kekuasaan sistem kolonial
2)      pengembang ideologi sekuler sehingga bisa mendorong semangat revolusioner dan nasionalis
3)      mempersatukan unsur golongan ke dalam organisasi secara keseluruhan
4)      memperkenalkan istilah Indonesia untuk mengembangkan jati diri nasional dan tidak bersifat kedaerahan dan
5)      sebagai organisasi kebangsaan yang paling orsinil dalam mempropagandakan ideologi Indonesia Merdeka.

2.      PKI ( Partai Komunis Indonesia
a)   Gerakan Awal PKI
Partai ini didirikan atas inisiatif tokoh sosialis Belanda, Henk Sneevliet pada 1914, dengan nama Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) (atau Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda). Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri atas 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Partai Buruh Sosial Demokratis) dan SDP (Partai Sosial Demokratis), yang aktif di Hindia Belanda[1]
Pada Oktober 101 SM ISDV mulai aktif dalam penerbitan dalam bahasa Belanda, "Het Vrije Woord" (Kata yang Merdeka). Editornya adalah Adolf Baars.
Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi Indonesia. Namun demikian, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan anti kapitalis. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV. Pada 1917, kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri dan membentuk partainya sendiri, yaitu Partai Demokrat Sosial Hindia.
Pada 1917 ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri dalam bahasa Melayu, "Soeara Merdeka".
Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober seperti yang terjadi di Rusia harus diikuti Indonesia. Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut di antara tentara-tentara dan pelaut Belanda yang ditempatkan di Hindia Belanda. Dibentuklah "Pengawal Merah" dan dalam waktu tiga bulan jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir 1917, para tentara dan pelaut itu memberontak di Surabaya, sebuah pangkalan angkatan laut utama di Indonesia saat itu, dan membentuk sebuah dewan soviet. Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40 tahun.
ISDV terus melakukan kegiatannya, meskipun dengan cara bergerak di bawah tanah. Organisasi ini kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang lain, Soeara Ra’jat. Setelah sejumlah kader Belanda dikeluarkan dengan paksa, ditambah dengan pekerjaan di kalangan Sarekat Islam, keanggotaan organisasi ini pun mulai berubah dari mayoritas warga Belanda menjadi mayoritas orang Indonesia.
b)   Pembentukan Partai Komunis
Pada awalnya PKI adalah gerakan yang berasimilasi ke dalam Sarekat Islam. Keadaan yang semakin parah dimana ada perselisihan antara para anggotanya, terutama di Semarang dan Yogyakarta membuat Sarekat Islam melaksanakan disiplin partai. Yakni melarang anggotanya mendapat gelar ganda di kancah perjuangan pergerakan indonesia. Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggota yang beraliran komunis kesal dan keluar dari partai dan membentuk partai baru yang disebut ISDV. Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia. Semaoen diangkat sebagai ketua partai.
PKH adalah partai komunis pertama di Asia yang menjadi bagian dari Komunis Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai ini pada kongresnya kedua Komunis Internasional pada 1920.
Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
c)   Pemberontakan 1926
Pada November 1926 PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatra Barat. PKI mengumumkan terbentuknya sebuah republik. Pemberontakan ini dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan. Sejumlah 1.308 orang, umumnya kader-kader partai, dikirim ke Boven Digul, sebuah kamp tahanan di Papua [2]. Beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak aktivis politik non-komunis yang juga menjadi sasaran pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas pemberontakan kaum komunis. Pada 1927 PKI dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda. Karena itu, PKI kemudian bergerak di bawah tanah.
Rencana pemberontakan itu sendiri sudah dirancang sejak lama. Yakni di dalam perundingan rahasia aktivis PKI di Prambanan. Rencana itu ditolak tegas oleh Tan Malaka, salah satu tokoh utama PKI yang mempunyai banyak massa terutama di Sumatra. Penolakan tersebut membuat Tan Malaka di cap sebagai pengikut Leon Trotsky yang juga sebagai tokoh sentral perjuangan Revolusi Rusia. Walau begitu, beberapa aksi PKI justru terjadi setelah pemberontakan di Jawa terjadi. Semisal Pemberontakan Silungkang di Sumatra.
Pada masa awal pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak menonjolkan diri, terutama karena banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada 1935 pemimpin PKI Moeso kembali dari pembuangan di Moskwa, Uni Soviet, untuk menata kembali PKI dalam gerakannya di bawh tanah. Namun Moeso hanya tinggal sebentar di Indonesia. Kini PKI bergerak dalam berbagai front, seperti misalnya Gerindo dan serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI mulai bergerak di antara mahasiswa-mahasiswa Indonesia di kalangan organisasi nasionalis, Perhimpoenan Indonesia , yang tak lama kemudian berada di dalam kontrol PKI [3].
3.      PNI ( Partai Nasional Indonesia)
Sejarah Berdirinya Partai Nasional Indonesia
Semakin banyaknya organisasi pemuda yang bermunculan seperti Budi Utomo , Sarekat Islam , dan PKI mendorong kaum intelektual pada saat itu untuk membentuk gerakan yang senada dan turut ambil bagian dalam sejarah pergerakan nasional . Berawal dari klub belajar yang kemudian bercita- cita nasional dan menjelma menjadi partai politik seperti Aglemen Studie Club yang berada di Bandung dimana kemudia berubah menjadi Partai nasional Indonesia. Selain itu ada juga partai Bangsa Indonesia yang kemudian berubah menjadi Partai Indonesia Raya yang berasal dari Indische Studie Club di Surabaya.
Partai Nasional Indonesia atau PNI didirikan pada tahun 1927. Digawangi oleh tokoh- tokoh besar seperti Ir . Soekarno , Dr. Cipto Mangunkusumo , Ir . Anwari, Sartono SH, Budiarto SH, dan Dr. Samsi PNI tumbuh dan berkembang menjadi salah satu partai politik berpengaruh pada saat itu . Dengan berhaluan nasional PNI termasuk mampu berkembang dengan sangat pesat karena semua golongan dirangkul untuk bergabung dan bersatu.
PNI semakin menunjukkan pengaruhnya dalam melawan penjajahan pada saat itu. Tahun 1927 , PNI membentuk sebuah badan koordinasi dari berbagai macam aliran untuk menggalang kesatuan aksi melawan penjajahan. Badan tersbut diberi nama PPPKI atau permufakatan perhimpunan politik kebangsaan Indonesia .
Selanjutnya pada tahun 1929 PNI melakukan kongres dan menetapkan bendera partai yang bergambar kepala banteng dan mencetuskan cita- cita sosialisme dan semangat non kooperasi. Berita ini pun mulai memicu reaksi dari pemerintahan kolonial Blanda. Muncul berita provokatif yang mengatakan bahwa PNI akan melakukan pemberontakan. Dmi mengantisipasi berita tersebut Pemerintah Belanda menangkap para pemimpin PNI yakni Ir . Soekarno , Gatot Mangkupraja, Maskun dan Suriadinatya. Kemudian ke empat tokoh tersebut di sidangkan di pengadilan bandung pada tahun 1930 .
Dalam persidangan itu Ir . Soekarno mengajukan pembelaan dengan menyampaikan pidato yang berjudul Indonesia Menggugat . Hakim pada saat itu adalah Mr . Dr. R. Siegembeek van Hoekelen sedang pembela para tokoh Indonesia adalah Sartono SH, Sastromuljono SH, dan Idik Prawiradiputra SH. Namun karena lemahnya posisi bangsa Indonesia pada saat itu ke empat tokoh itu dinyatakan bersalah dan pengadilan negeri Bandung menjatuhkan hukuman pidana kepada Ir . SOekarno dengan 4 tahun penjara, Maskun 2 tahun penjara, Gatot Mangkupraja 1 tahun 8 bulan penjara , dan Suriadinata 1 tahun 3 bulan penjara.
Yang menjadi dasar dari perjuangan PNI adalah sosionasionalis dan sosiodemokratis atau disingkat dengan istilah yang hingga kini masih kita kenal dengan marhaenisme . PNI benar- benar memisahkan diri dari pemerintahan kolonial belanda dengan menyatakan semangan non kooperasinya dalam kongres 1929 . Sikap ini sama dengan gerkan pemuda Indoesia yang ada di Belanda Perhimpunan Indonesia, (baca sejarah perhimpunan Indoensia ). Keduanya pun memiliki hubungan yang sangat erat dimana sekembalinya para pemuda yang tergabung di perhimpunan Indonesia mereka kemudian melebur dan bergabung dengan Partai nasional Indonesia.  

B.     UPAYA-UPAYA MENGGALANG PERSATUAN
1.   Pembentukan permufakatan perhimpunan-perhimpunan politik kebangsaan indonesia (PPPKI)
Di kalangan pemimpin pergerakan nasional akhirnya mulai muncul gagasan untuk membentuk gabungan (fusi) dari partai-partai politik yang ada. Tujuannya untuk memperkuat dan mempersatukan tindakan-tindakan dalam menghadapi pemerintah kolonial. Usaha itu dirintis oleh Sarekat Islam, Muhammadiyah, Jong Islamiten Bond, Pasundan, Persatuan Minahasa, Sarekat Ambon, dan Sarekat Madura. Pada bulan September 1926 berhasil dibentuk suatu Komite Persatuan Indonesia . Akan tetapi, malangnya nasib, usaha tersebut tidak berhasil dengan baik sehingga tidak satu pun organisasi gabungan (fusi) yang dihasilkan.
Kegagalan di dalam membentuk fusi tidak mengendurkan semangat partai-partai politik untuk bersatu. Setahun kemudian, upaya tersebut dilakukan kembali. Kali ini diprakarsai oleh PNI.Upaya PNI itu ternyata membuahkan sebuah hasil. Pada tanggal 17-18 Desember 1927 diadakan sebuah sidang di Bandung yang dihadiri oleh wakil-wakil dari PNI,
Algemeene Studieclub, PSI (Partai Sarekat Islam), Boedi Oetomo, Pasundan, Sarekat Sumatra, Kaum Betawi, dan Indinesische Studieclub. Sidang tersebut memutuskan untuk membentuk
Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) dengan tujuan sebagai berikut:
a.    Menyamakan arah aksi kebangsaan dan memperkuatnya dengan cara memperbaiki organisasi dan dengan bekerja sama antara anggota-anggotanya.
b.   Menghindarkan perselisihan antara sesama anggotanya yang hanya bisa melemahkan aksi kebangsaan.
Sebagai suatu alat organisasi yang tetap dari federasi itu, dibentuklah dewan pertimbangan yang terdiri atas seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan wakil partai-partai yang tergabung. Pengurus hariannya dipegang oleh Dr. Soetomo dari Studieclub sebagai Ketua Majelis Pertimbangan dan Ir. Anwari dari PNI sebagai Sekretaris.
Ide persatuan yang diwujudkan dalam bentuk PPPKI sejak awal telah mengandung benih-benih kelemahan dan keretakan. Hal itu disebabkan adanya perbedaan gaya perjuangan antara organisasi yang tergabung dalam PPPKI sehingga lambat laun menciptakan suatu kesenjangan. Perjuangan PNI yang bersifat agitatif, yakni politik perlawanan terhadap kebijakan pemerintah kolonial yang dilakukan dengan memobilisasi dan memancing emosi massa secara besar-besaran, sehingga semakin memperuncing pertentangan dengan penguasa kolonial sehingga menciptakan ketegangan yang mengarah pada konfrontasi. Sementara itu, golongan Soetomo lebih memusatkan perhatian pada masalah-masalah sosial-ekonomi, khususnya pada perbaikan nasib kaum buruh.
Keretakan itu semakin meluas dan menjadi pertentangan antara golongan nasionalis dan golongan Islam, serta golongan radikal non-kooperatif dengan golongan moderat-kooperatif. Pada akhir tahun 1931, PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) mengundurkan dirinya dari PPPKI. Pengunduran dirinya PSII menjadikan kekuatan PPPKI menurun. Soekarno dan M.H. Thamrin pada tahun 1932 pernah berupaya memulihkan keadaan di PPPKI, akan tetapi tidak berhasil. PNI baru tidak bersedia dudul dalam kepengurusan PPPKI.
2.      Gerakan pemuda
a.    Gerakan Pemuda Kedaerahan
Trikoro Dharmo merupakan sebuah organisasi pemuda kedaerahan yang muncul pertama kali di Indonesia. Trikoro Dharmo didirikan di Gedung Stovia pada tanggal 7 Maret 1915 oleh para pemuda Jawa, seperti Satiman, Kadarman, Sumardi, Jaksodipuro (Wongsonegoro), Sarwono, dan Muwardi. Trikoro Dharmo berarti Tiga Tujuan Mulia , yaitu Sakti, Budi, dan Bhakti . Keanggotaan Trikoro Dharmo pada mulanya hanya terbatas pada kalangan pemuda dari Jawa dan Madura. Akan tetapi, kemudian diperluas dengan semboyannya Jawa Raya yang meliputi Jawa, Sunda, Bali, dan Lombok.
Berdirinya Trikoro Dharmo berpengaruh besar terhadap berdirinya organisasi kedaerahan sejenis di wilayah-wilayah lain di luar Jawa. Pada tanggal 9 Desember 1917 di Jakarta berdiri organisasi Jong Sumatranen Bond . Tokoh-tokoh nasional yang pernah menjadi anggota Jong Sumatranen Bond, antara lain Moh. Hatta, Moh. Yamin, M. Tamsil, Bahder Djohan, dan Abu Hanifah. Jong Minahasa berdiri juga pada tanggal 5 Januari 1918 di Manado dengan tokohnya A.J.H.W. Kawilarang dan V. Adam. Jong Celebes dengan tokoh-tokohnya Arnold Monomutu, Waworuntu, dan Magdalena Mokoginata. Jong Ambon berdiri pula pada tanggal 1 Juni 1923 di Jakarta.
Semenjak saat itu, semangat kedaerahan semakin mendominasi. Dengan semangat kedaerahannya itu, pada kongres Trikoro Dharmo di Solo yang pada tanggal 12 Juni 1918 nama Trikoro Dharmo berganti nama menjadi Jong Java . Kegiatan Jong Java masih tetap bergerak di bidang sosial dan budaya. Pada kongres ke-5 di bulan Mei 1922 di Solo dan kongres luar biasa pada bulan Desember 1922 ditetapkan bahwa Jong Java tidak akan mencampuri masalah politik. Diskusi-diskusi mengenai masalah sosial dan politik dilakukan untuk menambah pengetahuan para anggotanya. Anggota Jong Java hanya diperbolehkan terjun dalam dunia politik setelah mereka tamat belajar.
Dalam perkembangannya, Jong Java tidak mampu bertahan sebagai organisasi yang berpandangan kesukuan. Hal itu disebabkan semakin meluasnya paham Indonesia Raya. Pada kongres Jong Java tanggal 27-31 Desember 1926 di Solo, dengan suara bulat tujuan Jong Java berubah menjadi “ Memajukan rasa persatuan para anggota dengan semua golongan bangsa Indonesia dan bekerja sama dengan perkumpulan-perkumpulan pemuda Indonesia lainnya ikut serta dalam menyebarkan dan memperkuat paham Indonesia bersatu”. Semangat satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa yang menyala di berbagai tempat semakin mendorong Jong Java untuk melakukan suatu penggabungan (fusi). Secara prinsip, Jong Java menyatakan bahwa sudah saatnya membuktikan dengan suatu tindakan nyata bahwa “ Perkumpulannya dapat mengorbankan dirinya” demi persatuan bangsa.
b.      Kongres Pemuda Indonesia
1)      Kongres Pemuda I
Keinginan untuk bersatu seperti yang didengung-dengungkan oleh Perhimpunan Indonesia (PI) dan PerhimpunanPelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) telah lama tertanam di dalam hati dan sanubari pemuda-pemuda Indonesia. Untuk itu, pada tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta diadakan Kongres Pemuda Indonesia yang pertama. Kongres itu diikuti oleh semua perkumpulan pemuda yang bersifat kedaerahan.
Dalam kongres tersebut dilakukan beberapa kali pidato tentang pentingnya Indonesia bersatu. Disampaikan pula tentang upaya-upaya memperkuat rasa persatuan yang harus tumbuh di atas kepentingan golongan, bahasa, dan agama. Selanjutnya juga dibicarakan tentang kemungkinan bahasa dan kesusastraan Indonesia kelak di kemudian hari.
Para mahasiswa Jakarta dalam kongres tersebut juga membicarakan tentang upaya mempersatukan perkumpulan-perkumpulan pemuda menjadi satu badan gabungan (fusi). Walaupun pembicaraan mengenai fusi ini tidak membuahkan suatu hasil yang memuaskan, kongres itu telah memperkuat cita-cita Indonesia bersatu.
2)      Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II diadakan dua tahun setelah Kongres Pemuda I, tepatnya pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Kongres tersebut dihadiri oleh wakil-wakil dari perkumpulan pemuda ketika itu, antara lain Pemuda Sumatera, Pemuda Indonesia, Jong Bataksche Bond, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamiten Bond, Jong Java, Jong Ambon, dan Jong Celebes. PPPI yang memimpin kongres ini sengaja mengarahkan kongres pada terjadinya fusi organisasi-organisasi pemuda.
Sedangkan, untuk susunan panitia Kongres Pemuda II yang sudah terbentuk sejak bulan Juni 1928 adalah sebagai berikut.
Ketua : Sugondo Joyopuspito dari PPPI          
Wakil Ketua : Joko Marsaid dari Jong Java
Sekretaris : Moh. Yamin dari Jong Sumatranen Bond
Bendahara : Amir Syarifuddin dari Jong Bataksche Bond
Pembantu I : Johan Moh. Cai dari Jong Islaminten Bond
Pembantu II : Koco Sungkono dari Pemuda Indonesia
Pembantu III : Senduk dari Jong Celebes
Pembantu IV : J. Leimena dari Jong Ambon
Pembantu V : Rohyani dari Pemuda Kaum Betawi
Kongres Pemuda II ini dilaksanakan selama dua hari, pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Persidangan yang dilaksanakan sebanyak tiga kali di antaranya membahas persatuan dan kebangsaan Indonesia, pendidikan, serta pergerakan kepanduan. Kongres tersebut berhasil mengambil suatu keputusan yang hingga saat ini dikenal dengan Sumpah Pemuda sebagai berikut.
Pertama     : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang    satu, tanah Indonesia.
Kedua       :  Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.
Ketiga         : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Rumusan tersebut dibuat oleh sekretaris panitia, Moh. Yamin, dan dibacakan oleh ketua kongres, Sugondo Joyopuspito, secara hikmat di depan kongres. Selanjutnya diperdengarkan lagu Indonesia Raya yang diciptakan dan dibawakan oleh
Wage Rudolf Supratman dengan gesekan biola. Peristiwa bersejarah itu merupakan hasil kerja keras para pemuda pelajar Indonesia. Walaupun organisasi peserta kongres masih merupakan organisasi pemuda kedaerahan, mereka secara ikhlas hati melepaskan sifat kedaerahannya masing-masing. Dengan tiga butir Sumpah Pemuda itu, setiap organisasi pemuda kedaerahan secara konsekuen dan konsisten meleburkan diri ke dalam satu wadah yang telah disepakati secara bersama, yakni Indonesia Muda.



C.    BERKEMBANGNYA TAKTIK MODERAT DAN KOOPERATIF DALAM PERGERAKAN NASIONAL
Berkembangnya taktik moderat-kooperatif dalam pergerakkan nasional Belanda disebabkan oleh berikut ini.
1. Krisis ekonomi ( malaise ) yang terjadi sejak tahun 1921 dan berulang pada tahun 1929. Bahkan, pada awal tahun 1930-an krisis ekonomi di Hindia Belanda semakin memburuk.
2. Kebijakan keras dari pemerintahan Gubernur Jenderal Bonifacius Cornelis de Jonge menyebabkan kaum pergerakkan, terutama dari golongan nonkooperatif sangat menderita. Setiap gerakan yang radikal atau revolusioner akan ditindas dengan alasan bahwa pemerintahan colonial bertanggung jawab atas keadaan dan keamanan di lingkungan Hindia Belanda.
3. Pada tahun 1930-an, kaum pergerakkan nasional terutama yang berada di Eropa menyaksikan bahwa perkembangan paham fasisme Italia dan naziisme Jerman mengancam kedudukan negara-negara demokrasi. Demikian pula dengan Jepang sebagai negara fasis-militeris di Asia yang telah melakukan ekspansi-ekspansinya ke wilayah Pasifik sehingga ada yang mendekatkan kaum nasionalis dengan para penguasa colonial, yaitu mempertahankan demokrasi terhadap segala bahaya fasisme. Kesadaran itu baru muncul pertama kali di kalangan Perhimpunan Indonesia yang terlebih dahulu telah melakukan taktik kooperatif.
Taktik kooperatif adalah strategi yang ditempuh untuk menghindari kelumpuhan perjuangan. Perubahan taktik perjuangan itu sama sekali tidak mengubah tujuan perjuangan, yaitu kesatuan nasional dan kemerdekaan Indonesia. Apabila sejak awal tahun 1920-an cita-cita kemerdekaan Indonesia disuarakan Perhimpunan Indonesia, sejak tahun 1930-an cita-cita tersebut diperjuangkan dengan taktik kooperatif melalui Dewan Rakyat (Volksraad).


1.      PARTINDO
Penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI terutama Ir. Soekarno merupakan pukulan yang teramat berat bagi PNI.Pimpinan PNI kemudian diambil alih oleh Sartono dan Anwari. Kedua tokoh ini memiliki gaya yang lebih hati-hati sehingga menimbulkan kecemasan di kalangan anggotanya. Bahkan, banyak di antara para anggota PNI yang mengundurkan diri.
Sartono kemudian menginstruksikan agar semua kegiatan di cabang-cabang PNI untuk sementara waktu dihentikan. Bahkan, ia kemudian berusaha untuk membubarkan PNI dan membentuk partai baru. Pada Kongres Luar Biasa PNI di Batavia tanggal 25 April 1931 diambil sebuah keputusan untuk membubarkan PNI.Pembubaran tersebut menimbulkan pertentangan di kalangan pendukung PNI.Sartono bersama para pendukungnya kemudian membentuk Partai Indonesia (Partindo) pada tanggal 30 April 1931.
Asas dan tujuan serta garis-garis perjuangan PNI masih diteruskan oleh Partindo.Selanjutnya dilakukan upaya menghimpun kembali anggota-anggota PNI yang sudah terlanjur tercerai-berai sehingga pada tahun 1931 berhasil dibentuk 12 cabang Partindo.Kemudian berkembang lagi menjadi 24 cabang dengan anggota sebanyak 7000 orang.
Setelah bebas pada bulan Desember 1931, Ir. Soekarno berupaya menyatukan kembali PNI yang terpecah.Akan tetapi, upaya tersebut tidak berhasil karena terdapat perbedaan pendapat antara Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta sebagai pemimpin PNI Baru.Akhirnya, Ir. Soekarno memutuskan dirinya untuk masuk dan bergabung ke dalam Partindo.Partai Indonesia ini kemudian berkembang pesat setelah pemimpin tertinggi dipegang oleh Ir. Soekarno.Pada tahun berikutnya, Partindo telah memiliki 71 cabang dan anggota sebanyak 20.000 orang. Ide-idenya banyak dimuat dalam harian Pikiran Rakyat, antara lain yang penting adalah “Mencapai Indonesia Merdeka” pada tahun 1933.
Penangkapan kembali Ir. Soekarno pada tanggal 1 Agustus 1933 melemahkan Partindo. Bung Karno diasingkan ke Ende, Flores, pada tahun 1934. Karena alasan kesehatan, Bung Karno kemudian dipindahkan ke Bengkulu pada tahun 1938 dan pada tahun 1942 dipindahkan ke Padang karena ada serbuan tentara Jepang ke Indonesia. Tanpa Ir. Soekarno, Partindo mengalami kemunduran yang sangat drastic. Partindo akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari PPPKI agar PPPKI tidak terhalang geraknya karena adanya larangan untuk mengadakan rapat.Dalam menghadapi keadaan yang sulit itu, Ir. Soekarno untuk yang kedua kalinya membubarkan Partindo meski tanpa adanya suatu dukungan yang penuh dari para anggotanya.

2.      PNI Baru
Moh. Hatta sebagai pemimpin PNI Baru .
Ketika Sartono membubarkan PNI pada tahun 1930, banyak anggotanya yang tidak setuju.Mereka menyebut dirinya sebagai Golongan Merdeka .Dengan giat mereka mendirikan studie club- studie club baru, seperti Studie Club Nasional Indonesia di Jakarta dan Studie Club Rakyat Indonesia di Bandung.Selanjutnya, mereka mendirikan Komite Perikatan Golongan Merdeka untuk menarik anggota-anggota PNI dan untuk menghadapi Partindo.
Pada bulan Desember 1931, golongan merdeka membentuk Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru).Mula-mula Sultan Syahrir dipilih sebagai ketuanya.Moh.Hatta kemudian dipilih sebagai ketua pada tahun 1932 setelah kembali dari Belanda.Strategi perjuangan PNI Baru tidak jauh berbeda dari PNI maupun dengan Partindo.Organisasi-organisasi tersebut tetap sama-sama menggunakan taktik perjuangan nonkooperatif dalam mencapai kemerdekaan politik.Adapun perbedaan antara PNI Baru dengan Partindo adalah sebagai berikut.
a. PPPKI oleh PNI Baru dianggap bukan persatuan karena anggota-anggotanya memiliki ideology yang berbeda-beda. Sementara itu, Partindo menganggap PPPKI dapat menjadi wadah persatuan yang cukup kuat daripada mereka berjuang sendiri-sendiri.
b. Dalam mencapai upaya kemerdekaan, PNI Baru lebih mengutamakan pendidikan   politik dan social. Partindo lebih mengutamakan organisasi massa dengan aksi-aksi massa untuk mencapai kemerdekaan.
Pada tahun 1933, PNI Baru telah memiliki 65 cabang.Untuk mempersiapkan masyarakat dalam mencapai kemerdekaan PNI Baru melakukan kegiatan penerangan untuk rakyat dan penyuluhan koperasi.Kegiatan-kegiatan PNI Baru tersebut dan ditambah dengan sikapnya yang nonkooperatif dianggap oleh pemerintah colonial Hindia Belanda sangat membahayakan. Oleh karena itu, pada bulan Februari 1934 Bung Hatta, Sultan Syahrir, Maskun, Burhanuddin, Murwoto, dan Bonda ditangkap oleh pemerintah colonial. Bung Hatta diasingkan ke hulu Sungai Digul, Papua. Kemudian dipindahkan ke Bandaneira pada tahun 1936 dan akhirnya ke Sukabumi pada tahun 1942.Dengan demikian, hanya partai-partai yang bersikap kooperatif saja yang dibiarkan hidup oleh pemerintah colonial Hindia Belanda.
3.      PARINDRA (1935)
Pada bulan Desember 1935 di Solo diadakan kongres yang menghasilkan penggabungan Boedi Oetomo dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan melahirkan Partai Indonesia Raya (Parindra). R. Soetomo terpilih sebagai Ketua Parindra dengan Surabaya sebagai pusat dan basis politiknya. Tujuannya adalah untuk mencapai Indonesia Raya dan Mulia.Cara yang hendak ditempuh dengan memperkokoh semangat persatuan kebangsaan, berjuang untuk memperoleh suatu pemerintahan yang berdasarkan demokrasi dan nasionalisme, serta berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat baik dalam bidang ekonomi maupun social.Tokoh-tokoh terkemuka Parindra lainnya adalah MH Thamrin dan Sukarjo Wiryopranoto.
Terhadap pemerintah colonial, Parindra tidak menetapkan haluan politiknya apakah kooperatif atau nonkooperatif.Oleh karena itu, Parindra memiliki wakil-wakilnya dalam Volksraaad dan mengambil sikap sesuai situasi. Istilah lainnya adalah main aman saja, hehehee… Parindra berkembang dengan baik dan bahkan menjadi partai besar dan banyak mendapat simpati dari organisasi-organisasi lain sehingga mereka menggabungkan diri, seperti Kaum Betawi, Sarekat Sumatera, dan Partai Serikat Selebes.Cabang-cabang Parindra menyebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Parindra berusaha meningkatkatkan kesejahteraan rakyat kecil dengan cara mendirikan Rukun Tani , membentuk serikat-serikat pekerja, menganjurkan swadesi, dan mendirikan Bank Nasional Indonesia . Perjuangan Parindra dalam Volksraad berlangsung hingga akhir masa penjajahan Belanda. Dalam hal ini terkenal kegigihan MH Thamrin dengan membentuk Fraksi Nasional dan GAPI yang berhasil memaksa pemerintah colonial Hindia Belanda melakukan beberapa perubahan, seperti pemakaian bahasa Indonesia dalam sidang Volksraad dan mengganti istilah Inlander menjadi Indonesier.
4.      GERINDO
Setelah Partindo dibubarkan pada tahun 1936, banyak anggotanya kehilangan wadah perjuangan.Sementara itu, Parindra yang cenderung kooperatif dianggap kurang sesuai.Oleh karena itu, pada bulan Mei 1937 di Jakarta dibentuk Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo).Tokoh-tokohnya yang terkenal ialah A.K. Gani, Moh. Yamin, Amir Syarifuddin, Sarino Mangunsarkoro, Nyonoprawoto, Sartono, dan Wilopo.
Gerindo bertujuan mencapai Indonesia Merdeka, tetapi dengan asas-asas yang kooperatif. Agak terkesan plin-plan memang, katanya kurang sreg dengan Parindra, tetapi malah dia sendiri kooperatif, hehehe… Dalam bidang politik, Gerindo menuntut adanya parlemen yang bertanggung jawab kepada rakyat.Dalam bidang ekonomi dibentuk
Penuntut Ekonomi Rakyat Indonesia (PERI) yang bertujuan mengumpulkan berbagai modal dengan kekuatan kaum buruh dan tani berdasarkan asas nasional-demokrasi—operasi, memang agak sedikit mengarah ke komunis.Dalam bidang social diperjuangkan persamaan hak dan kewajiban di dalam masyarakat.Oleh karena itu, Gerindo menerim anggota dari kalangan orang Indo (India), peranakan China (Tionghoa), serta keturunan Arab (Gujarat).
5.      PETISI SUTARDJO
Sutardjo Kartohadikusumo, wakil dari Persatuan Pegawai Bestuur uang mengajukan permintaan atau petisi. Mas Sutardjo Kertohadikusumo lahir di Blora, Jawa Tengah, 22 Oktober 1892, meninggal di Jakarta, 20 Desember 1976 pada umur 84 tahun adalah gubernur pertama Jawa Barat. Menurut UU No. 1 Tahun 1945, daerah Jawa Barat saat itu menjadi daerah otonom provinsi. Sekalipun ia adalah Gubernur Jawa Barat, namun ia tidak berkantor di Bandung, melainkan di Jakarta. Sutardjo merupakan tokoh nasional yaitu anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).Ia penggagas Petisi Sutarjo. Petisi ini diajukan pada 15 Juli 1936, kepada Ratu Wilhelmina serta Staten Generaal (parlemen) Belanda.Petisi ini diajukan karena ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan politik Gubernur Jenderal De Jonge. Selain itu ia pernah menjabat juga sebagai Ketua DPA.
Pada tanggal 15 Juli 1936, Sutardjo Kartohadikusumo selaku wakil Persatuan Pegawai Bestuur (PBB) dalam sidang Volksraad mengajukan suatu usulan yang kemudian dikenal dengan istilah Petisi Sutardjo. Petisi tersebut berisi permintaan kepada pemerintah colonial agar diselenggarakan musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk merencanakan suatu perubahan dalam jangka waktu sepuluh tahun mendatang, yaitu pemberian status otonomi kepada rakyat Indonesia meskipun tetap dalam lingkungan Kerajaan Belanda.
Sebelum Indonesia dapat berdiri sendiri, Sutardjo mengusulkan untuk mengambil langkah-langkah memperbaiki keadaan Indonesia, antara lain sebagai berikut.
a.    Volksraad dijadikan parlemen yang sesungguhnya.
b.    Direktur departemen diberikan tanggung jawab.
c.     Dibentuk Dewan Kerajaan ( Rijksraad ) sebagai badan tertinggi antara Belanda dan  Indonesia yang anggota-anggotanya merupakan wakil-wakil kedua belah pihak.
d.   Penduduk Indonesia adalah orang-orang yang karena kelahiran, asal-usul, dan cita-citanya memihak Indonesia.
Petisi itu juga ditandatangani oleh I.J. Kasimo, Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung, dan Kwo Kwat Tiong, Sebagian besar dari partai-partai dan toloh-tokoh pergerakan juga mendukung Petisi Sutardjo. Setelah mendapatkan dukungan mayoritas anggota Volksraad, petisi itu kemudian disampaikan kepada pemerintahan kerajaan dan parlemen Belanda.
Kalangan Fraksi Nasional dan partai-partai besar ketika itu, seperti Parindra, Gerindo, PSII, dan PNI Baru memperingatkan bahwa usaha Petisi Sutardjo akan sia-sia. Oleh karena itu, para pendukung petisi tersebut kemudian membentuk suatu panitia untuk menghimpun dukungan dari masyarakat di dalam maupun di luar negeri.Dukungan pun diperoleh bahkan ada pula orang-orang Belanda yang mendukung pertisi tersebut.
Golongan yang tidak setuju adalah golongan konservatif Belanda dan para pengusaha perkebunan Belanda, termasuk kelompok Vanderlandche Club (VC). Mereka menganggap petisi tersebut terlalu premature, secara ekonomi dan social Hindia Belanda (Indonesia) masih belum cukup untuk dapat berdiri sendiri… Katanya mereka sih… Selain itu, dipermasalahkan pula tentang dapat dipertahankannya kesatuan wilayah Nusantara dalam lingkungan Pax Neederlandica karena pada kenyataannya kondisi politik Hindia Belanda belum mantap dari segi manapun.
Pada tanggal 16 November 1938, pemerintah Belanda memberikan jawaban bahwa petisi tersebut ditolak dengan alasan-alasan sebagai berikut.
a.    Perkembangan politik Indonesia belum cukup matang untuk memerintah sendiri sehingga petisi itu dipandang masih terlalu premature.
b.   Dipertanyakan juga tentang kedudukan golongan minoritas dalam struktur politik yang baru nanti.
c.    Tuntutan otonomi dipandang sebagai hal yang tidak alamiah karena pertumbuhan ekonomi, social, dan politik belum cukup memadai.
Meskipun petisi tersebut ditolak, pemerintah colonial Hindia Belanda mulai melaksanakan perubahan pemerintahan pada tahun 1938.Pemerintah membentuk provinsi-provinsi di luar Jawa dengan gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat, sedangkan Dewan Provinsi bertugas mengatur rmah tangga daerah.
Akibat yang tampak dari penolakan petisi tersebut adalah semakin jauhnya jarak antara pemerintah dengan yang diperintah. Tidak ada jalan lain bagi kaum pergerakkan untuk memperkuat barisan terkecuali dengan memperkuat organisasi dan persatuan bangsa. Usaha kea rah persatuan itu juga didorong oleh keadaan internasional yang sejak tahun 1939 menjadi genting dengan adanya penyerangan negara Jerman ke wilayah kota Danzig, di Polandia yang mengawali terjadinya Perang Dunia II.
6.      PERJUANGAN GAPI “Indonesia Berparlemen”
Penolakan Petisi Sutardjo mendorong munculnya gerakan menuju kesatuan nasional, kesatuan aksi, dan hak untuk menentukan nasib sendiri.Gerakan itu kemudian menjelma menjadi Gabungan Politik Indonesia (GAPI).Pembentukan GAPI dipelopori oleh MH Thamrin dari Parindra.
Ide pembentukan GAPI pada umumnya mendapat tanggapan baik di kalangan masyarakat luas.Pada tanggal 21 Mei 1939 dilaksanakan rapat umum di Gedung Permufakatan, Gang Kenari, Jakarta.Rapat itu dihadiri oleh wakil-wakil dari Pasundan, Parindra, PSII, PII, dan Gerindo. MH Thamrin menjelaskan bahwa tujuan pembentukan GAPI untuk membentuk sebuah badan persatuan yang akan mempelajari dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Dalam pelaksanaannya, tiap-tiap organisasi tetap bebad untuk melakukan program-programnya sendiri-sendiri.
Pelaksanaan program GAPI secara konkret mulai terwujud dalam rapatnya pada tanggal 4 Juli 1939. Dalam rapat itu diputuskan untuk mengadakan Kongres Rakyat Indonesia yang akan memperjuangkan penentuan nasib sendiri serta kesatuan dan persatuan Indoesia. Namun, sebelum aksi dapat dilancarkan secara besar-besaran, pada tanggal 9 September 1939 terdengar kabar bahwa Perang Dunia II telah berkobar. Oleh karena itu, dalam pernyataannya pada tanggal 19 September 1939, GAPI menyerukan agar dalam keadaan penuh bahaya dapat dibina hubungan dan kerja sama yang sebaik-baiknya antara Belanda dan Indonesia.
Golongan moderat Belanda menyerukan agar pemerintah Belanda agar loyalitas yang tertera dalam pernyataan GAPI ditanggapi secara positif dengan memenuhi keinginannya.Sebaliknya, golongan konservatif memandang bahwa pernyataan GAPI itu semata-mata hanya merupakan suatu Chantage (memanfaatkan kesempatan dalam situasi tertentu), yaitu pemerasan dengan mengambil kesempatan sewaktu Belanda menghadapi kesulitan, yakni bahaya dan ancaman seranga Jerman di Eropa.
Aksi pertama GAPI terselenggara dengan mengadakan rapat umum di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1939.Pada pertengahan Desember 1939 diselenggarakan rapat umum di beberapa tempat.Dengan semboyan “Indonesia Berparlemen” dalam setiap aksinya GAPI mendesak agar pemerintah membentuk parlemen yang dipilih oleh rakyat dan dari rakyat sebagai pengganti Volksraad dan dengan pemerintahan yang bertanggung jawab kepada parlemen tersebut.Untuk itu, kepala-kepala departemen harus digantikan dengan menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen.
Tanggapan pemerintah colonial Hindia Belanda baru dikeluarkan pada tanggal 10 Februari 1940 melalui Menteri Tanah Jajahan Welter yang menyatakan bahwa “ perkembangan dalam bidang jasmani dan rohani akan memerlukan tanggung jawab dalam bidang ketatanegaraan. Sudah barang tentu hak-hak ketatanegaraan memerlukan tanggung jawab dari para pemimpin.Tanggung jawab ini hanya dapat dipikul apabila rakyat telah memahami kebijaksanaan politik.Selama pemerintah Belanda bertanggung jawab atas kebijakan politik di Hindia Belanda, tidak mungkin didirikan Parlemen Indonesia yang mengambil alih tanggung jawab tersebut.”
Tentu saja penolakan tersebut sangat menimbulkan kekecewaan, tetapi GAPI masih meneruskan perjuangannya.Dalam rapat tanggal 23 Februari 1940, GAPI menganjurkan pendirian Panitia Parlemen Indonesia sebagai tindak lanjut dari aksi Indonesia Berparlemen.Akan tetapi, kesempatan bergerak bagi GAPI sudah tidak ada lagi.Pada awal Mei 1940, negara Belanda telah berhasil ditaklukkan dan diduduki oleh Jerman sehingga Perang Dunia II telah berkobar di Negeri Belanda juga.Meskipun negerinya sudah diduduku oleh Jerman, tetapi Belanda masih tidak mau mundur setapak pun dari bumi Indonesia.
Sikap pemerintah Belanda yang sangat konservatif itu tidak mengurangi loyalitas rakyat Indonesia terhadap Belanda, bahkan ada keinginan umum untuk bekerja sama dalam menghadapi perang itu. Sebagai imbalan dari kesetiaan bangsa Indonesia tersebut, Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menjanjikan perubahan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat Hindia Belanda.Akan tetapi, gagasan mengenai perubahan itu harus disimpan dahulu hingga Perang Dunia II selesai. Pada tanggal 10 Mei 1941 dalam pidatonya, Ratu Wilhelmina menyatakan kesediannya untuk mempertimbangkan suatu penyesuaian ketatanegaraan Belanda terhadap keadaan yang berubah serta menentukan kedudukan daerah seberang dalam struktur Kerajaan Belanda. Akan tetapi, masalah itu pun juga harus ditunda setelah Perang Dunia II usai.
Usulan pembentukan milisi pribumi yang berdasarkan kewajiban bagi negara untuk mempertahankan negerinya juga ditolak oleh pemerintah colonial dengan alasan bahwa perang modern lebih memerlukan angkatan bersenjata yang professional. Sikap menunda itu pun dipertahankan oleh Belanda pada saat dilontarkan Piagam Atlantik ( Atlantic Charter) oleh Perdana Menteri Inggris Woodrow Wilson dan Presiden AS F.D. Roosevelt yang menjamin hak setiap bangsa untuk memilih bentuk pemerintahannya sendiri.
Satu-satunya hasil dari berbagai upaya kaum pergerakan melalui Dewan Rakyat adalah pembentukan Komisi Visman ( Commissie Visman ) pada bulan Maret 1941.Komisi tersebut bertugas meneliti keinginan, cita-cita, serta pendapat yang ada pada berbagai golongan masyarakat mengenai perbaikan pemerintahan.Hasilnya diumumkan pada bulan Desember 1941 yang menyatakan bahwa penduduk sangat puas dengan pemerintah Belanda.
Karena kancah Perang Pasifik sudah sangat dekat, hasil Komisi Visman itu tidak ada lagi pengaruhnya terhadap perkembangan politik di Hindia Belanda.Suasana pada saat-saat terakhir pemerintahan Hindia Belanda diliputi oleh sikap rakyat yang apatis bercampur tidak percaya lagi dan pada akhirnya berubah menjadi sikap anti-Belanda.Hal ini juga disebabkan oleh propaganda Jepang, yang dinamakan dengan Gerakan 3






BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pergerakan Nasional Indonesia memiliki pengertian sebagai berikut :Maksud dari kata
“Pergerakan” disini meliputi segala macam aksi dengan menggunakan “organisasi” untuk menentang penjajahan dan mencapai kemerdekaan. Dengan organisasi ini menunjuk bahwa aksi tersebut disusun secara teratur, dalam arti ada pemimpinnya, anggota, dasar, dan tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan Istilah
“Nasional” menunjuk sifat dari pergerakan, yakni semua aksi dengan organisasi yang mencakup semua aspek kehidupan, seperti ekonomi, sosial, politik, budaya, dan kultural.
Faktor pengaruh tumbuhnya pergerakan nasional di Indonesia :
Faktor dari dalam :
1.      Penderitaan akibat praktek-praktek kolonialisme yang menumbuhkan perasaan senasib dan sepenanggungan.
2.      Politik Etis menumbuhkan golongan cendekiawan dan menjadi pelopor pergerakan nasional. Faktor dari luar :
a.    Kemenangan Jepang melawan Rusia dalam perang tahun 1905.
b.   Adanya pergerakan nasional di negara lain seperti India, Fillipina, Cina, Turki.
Oraganisasi pergerakan Nasional ada yang bersifat kooperatif (Budi Utomo, Sarekat Islam, Perhimpunan Indonesia, Indische Sociaal Democratische Vereeniging, PNI), dan ada yang bersifat Non-kooperatif (PBI, GAPI, Parindra).



DAFTAR PUSTAKA

Apirevolusi.2010.Sejarah Lahirnya PKI di Indonesia.Sumatera Utara:Di unduh dari apirevolusi.blogspot.co.id/2010/12/sejarah-lahirnya-pki-di-indonesia.html?m=1 pada tanggal 18 November 2016.
Rikizy.2014.Sejarah Berdirinya Partai Nasional Indonesia.Di unduh dari www.sejarawan.com/115-sejarah-berdirinya-partai-nasional-indonesia.html pada tanggal 18 November 2016.
Ajisaka Lingga Bagaskara. 2014. Upaya-upaya Menggalang Persatuan Bangsa. Di unduh dari indonesian-persons.blogspot.com/2014/01/upaya-upaya-menggalang-persatuan-bangsa.html?m=1 Pada tanggal 18 November 2016.
                        Sejarah SMP Kelas VIII. 2016. Di unduh dari www.pengertiansejarah.com/sejarah-terbentuknya-ppki.html. Pada tanggal 19 November 2016.  


Comments

Popular posts from this blog

Contoh Proposal Makanan Khas Daerah Ubi Ungu

Contoh-Contoh Geguritan