Makalah tentang Sejarah Nabi Muhammad SAW



 

             


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah
Nabi Muhammad saw merupakan suri tauladan bagi umat islam. Sebagai umat islam kita dituntut untuk mengetahui sejarah perjuangan Nabi Muhammad saw. Membawa umat mamnusia dari zaman jahiliah menuju zaman kepintaran, dan dari biadab menjadi beradap.
Perjuangan Nabi Muhammad saw itu tidak berjalan dengan mulus tapi banyak rintangan dan tantangan yang terus menghampiri. Seperti hinaan, cemoohan, makian dan siksaan dari orang-orang kafir yang tidak menerima ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Walaupun demikian Nabi Muhammad saw tetap tegar dan tidak menyerah sekalipun tantangannya itu sangat bert untuk dihadapi. Jadi Nabi Muhammad saw rela mengorbankan harta, jiwa dan raganya dalam menegakkan ajaran islam.

B.            Rumusan Masalah
     Rumusan makalah ini natara lain:
1.        Bagaimana sejarah Nabi Muhammad saw?
Yang terdiri dari:
a)   Mengapa Nabi Muhammad menjadi wirausahawan terbauk?
b)   Bagaimana Nabi Muhammad saw membangun masyarakat yastrib?
c)   Bagaimana keteladanan Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya?








BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Nabi Muhammad Saw
   Rasulullah dilahirkan pada bulan Rabiul Awwal. Beliau dilahirkan di tengah-tengah masyarakat yang sedang dalam keadaan gelap gulita, jauh dari nilai-nilai moral dan cahaya kebenaran. Pada waktu itu, tidak ada ketentuan hukum yang dapat mengatur kehidupan bangsa Arab karena mereka telah lama melupakan ajaran para Rasul terdahulu, sehingga berlakulah hukum rimba dimana yang kuat dan menang berkuasa, yang lemah dan kalah tertindas. Waktu itu merajalelah penindasan dan berbagai perbuatan yang bertentangan dengan kemanusiaan, sehingga bangsa Arab dikenal sebagai bangsa yang rendah budi pekertinya.
   Allah Swt mengutus Nabi Muhammad Saw untuk memperbaiki nilai-nilai moral manusia yang telah rusak dan merombak struktur masyarakat jahiliah yang sesat. Sehingga benar-benar kelahiran Muhammad Saw menjadi suatu rahmat bukan saja bagi masyarakat Arab tetapi bagi seluruh dunia.

1.      Nabi Muhammad saw Sang Wirausahawan Terbaik

Mekah adalah negeri yang tidak diperhitungkan oleh dua kekuatan dunia pada saat itu.. Mulai dari awal abad 1 Masehi hingga abad ke-7 Masehi. Imperium Persia memperluas daerah invansinya hingga menguasai belahan timur, dan belahan barat dibawah naungan Imperium Bizantium Romawi. Tanah ini bebas dari pengaruh dua kekuatan tersebut lebih disebabkan karena tak punya daya pikat. Tanahnya tandus dan gersang, penduduknya miskin, berpendidikan rendah, padang pasir yang bergelombang, dan panas.
Di tengah kemiskinan yang berkarat dan pola hidup jahiliyah, masyarakat mekah dikaruniai oleh Allah SWT seorang manusia pilihan. Manusia biasa yang dipilihNYA untuk merubah tanah mekah dari kemiskinan, kelaliman dan kebodohan menjadi negeri yang kaya, makmur, berpengaruh, hingga menumbangkan dua imperium lalim sebelumnya yakni Persia dan Romawi. Islam dengan misi rahmatal lil’alamin, menjadi rahmat bagi sekalian alam. Hal ini bisa dicapai dengan 3 rentetan sejarah profesi yang mengubah dunia.
Ketiga rentetan profesi itu adalah profesi seorang Muhammad muda. Profesi pertama beliau adalah seorang pengembala kambing. Bergembala kambing menempa jiwa dan raga beliau menjadi seorang yang tekun, ulet, gigih, penyabar, pribadi yang bertanggung jawab, dan lebih dewasa. Profesi ini dijalani dari usia 6 hingga 8 tahun. Profesi kedua adalah sebagai pedagang. Beliau berdagang dari usia 8 tahun hingga 40 tahun. Di usia 11 tahun, beliau telah ikut ekspedisi bisnis ke luar negeri seperti tanah syam, syria, dan bagdad. Pada usia 15 tahun sudah menjadi seorang eksportir dan importir handal. Pada usia 18 tahun sudah puluhan kali keluar negeri. Di usia 25 tahun beliau melamar Siti Khadijah dan menikahinya dengan mahar 120 ekor unta merah. Unta merah adalah kendaraan terbaik dikala itu di jazirah arab..
Kembali ke perdagangan. Yang paling menonjol adalah bani hasyim atau bani muthalib, dan bani khuwailid. Muhammad muda semakin memahami bahwa menguasai perekonomian adalah kunci menguasai dunia, sehingga beliau mempelopori gerakan semangat bisnis kepada para pemuda arab.
Dari fakta di atas kita menyimpulkan bahwa Rasulullah 2 tahun sebagai pengembala kambing, 32 tahun sebagai seorang entrepreneur, dan 23 tahun sebagai utusan Allah SWT. 3 profesi berjenjang yang mengubah dunia menjadi lebih baik adalah pengembala, entrepreneur, dan da’i
Ada beberapa alasan mengapa kita dianjurkan mewarisi bussiness soul-nya Rasulullah. Harapannya, menjadi pebisnis tangguh seperti Rasulullah SAW.
Pertama, mencintai Rasulullah. Wujud cinta itu adalah  dengan menjalankan apa yang telah dilakukan, dicontohkan oleh Rasulullah sepanjang hidupnya. Rasulullah menjalani kehidupannya 32 tahun sebagai seorang pedagang.
Kedua, Rasulullah menghendaki umatnya kaya. Pada usia 18 tahun, usia yang teramat muda, Muhammad muda telah dijuluki sebagai wirausahawan muda terkaya di jazirah arab, kemudian di usia 25 tahun menikah dengan memberikan mahar 180 Milyar. Dengan demikian bila ada orang yang mengatakan bahwa Nabi SAW saja juga miskin adalah sebuah fitnah besar.
Ketiga, kekayaan itu harus pada orang yang tepat. Sebuah pedang itu akan memberikan kemanfaatan bila dipegang oleh pendekar berhati baik, namum bila sebaliknya, maka diujung pedang itulah aliran darah orang-orang yang tak berdosa dialirkan. 

2.      Nabi Muhammad saw Membangun Masyarakat Yastrib

Orang  yang begitu mulia, sangat rendah hati, orang yang penuh kasih sayang, selalu memenuhi janji,  sifatnya  yang  pemurah, selalu   terbuka   bagi  si  miskin,  bagi  orang  yang  hidup menderita,  ini  juga  yang  memberikan  kewibawaan  kepadanya terhadap  penduduk  Yathrib.
Sebaliknya  Muhammad,  tersebarnya  Islam serta menangnya misi kebenaran itu harus  berada  ditangannya.  Ia  menjadi  Rasul, menjadi negarawan, pejuang dan penakluk. Semua itu demi Allah, demi misi kebenaran, yang oleh karenanya ia diutus.
Antara  kaum  Muhajirin  dan Anshar dengan orang-orang Yahudi, Muhammad  membuat  suatu  perjanjian  tertulis   yang   berisi pengakuan  atas  agama  mereka  dan harta-benda mereka, dengan syarat-syarat timbal balik, demikian bunyinya:
·           Piagam Madinah
Dengan nama Allah, Pengasih dan Penyayang.  Surat  Perjanjian ini  dari Muhammad – Nabi; antara orang-orang beriman dan kaum Muslimin dari kalangan Quraisy dan Yathrib serta yang mengikut mereka  dan  menyusul mereka dan berjuang bersama-sama mereka; bahwa mereka adalah satu umat di luar golongan orang lain.
Kaum Muhajirin dari kalangan  Quraisy  adalah  tetap  menurut adat   kebiasaan   baik  yang  berlaku2  di  kalangan  mereka, bersama-sama menerima  atau  membayar  tebusan  darah3  antara sesama mereka dan mereka menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil diantara sesama orang-orang beriman.
Bahwa Banu Auf  adalah  tetap  menurut  adat  kebiasaan  baik mereka  yang  berlaku,  bersama-sama  membayar  tebusan  darah seperti yang sudah-sudah.
Dan setiap  golongan  harus  menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil diantara sesama orang-orang beriman.”
Kemudian disebutnya tiap-tiap suku4 Anshar itu serta  keluarga tiap   puak:   Banu’l-Harith,   Banu   Saida,   Banu   Jusyam, Banu’n-Najjar, Banu ‘Amr b. ‘Auf dan Banu’n-Nabit. Selanjutnya disebutkan, “Bahwa   orang-orang   yang  beriman  tidak  boleh  membiarkan seseorang yang menanggung beban hidup dan  hutang  yang  berat diantara  sesama mereka. Mereka harus dibantu dengan cara yang baik dalam membayar tebusan tawanan atau membayar diat. “Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh mengikat janji dalam menghadapi mukmin lainnya. “Bahwa  orang-orang  yang  beriman  dan bertakwa harus melawan orang yang melakukan kejahatan diantara mereka  sendiri,  atau orang   yang   suka melakukan  perbuatan  aniaya,  kejahatan, permusuhan atau berbuat kerusakan diantara orang-orang beriman sendiri,  dan mereka semua harus sama-sama melawannya walaupun terhadap anak sendiri. “Bahwa seseorang yang  beriman  tidak  boleh  membunuh  sesame mukmin lantaran orang kafir untuk melawan orang beriman.
“Bahwa  jaminan  Allah  itu  satu:  Dia  melindungi yang lemah diantara mereka. “Bahwa  orang-orang  yang   beriman   itu   hendaknya   saling tolong menolong satu sama lain.
“Bahwa  barangsiapa dari kalangan Yahudi yang menjadi pengikut kami, ia berhak  mendapat  pertolongan  dan  persamaan;  tidak menganiaya atau melawan mereka
“Bahwa  persetujuan  damai orang-orang beriman itu satu; tidak dibenarkan seorang mukmin mengadakan perdamaian sendiri dengan meninggalkan  mukmin  lainnya  dalam  keadaan  perang di jalan Allah. Mereka harus sama dan adil adanya.
“Bahwa setiap orang yang berperang  bersama  kami,  satu  sama lain harus saling bergiliran.
“Bahwa  orang-orang  beriman itu harus saling membela terhadap sesamanya yang telah tewas di jalan Allah.
“Bahwa orang-orang yang beriman dan bertakwa hendaknya  berada dalam pimpinan yang baik dan lurus.
“Bahwa orang tidak dibolehkan melindungi harta-benda atau jiwa orang Quraisy dan tidak boleh merintangi orang beriman.
“Bahwa barangsiapa membunuh orang beriman yang tidak  bersalah dengan  cukup  bukti  maka  ia  harus  mendapat  balasan  yang setimpal kecuali bila keluarga si terbunuh sukarela  (menerima tebusan).
“Bahwa  orang-orang  yang beriman harus menentangnya semua dan tidak dibenarkan mereka hanya tinggal diam.
“Bahwa seseorang yang beriman yang telah mengakui  isi  piagam ini  dan  percaya kepada Allah dan kepada hari kemudian, tidak dibenarkan menolong  pelaku  kejahatan  atau  membelanya,  dan bahwa barangsiapa yang menolongnya atau melindunginya, ia akan mendapat kutukan dan murka Allah pada hari kiamat, dan tak ada sesuatu tebusan yang dapat diterima.
“Bahwa  bilamana  diantara  kamu  timbul  perselisihan tentang sesuatu masalah  yang  bagaimanapun,  maka  kembalikanlah  itu kepada Allah dan kepada Muhammad – ‘alaihishshalatu wassalam.
“Bahwa   orang-orang   Yahudi   harus   mengeluarkan   belanja bersama-sama orang-orang beriman  selama  mereka  masih  dalam keadaan perang.
“Bahwa  orang-orang  Yahudi  Banu  Auf adalah satu umat dengan orang-orang beriman. Orang-orang  Yahudi  hendaknya  berpegang pada   agama   mereka,   dan  orang-orang  Islampun  hendaknya berpegang pada agama mereka pula,  termasuk  pengikut-pengikut mereka  dan  diri mereka sendiri, kecuali orang yang melakukan perbuatan aniaya dan durhaka. Orang semacam ini hanyalah  akan menghancurkan dirinya dan keluarganya sendiri.
“Bahwa   terhadap  orang-orang  Yahudi  Banu’n-Najjar,  Yahudi Banu’l-Harith, Yahudi Banu Sa’ida, Yahudi Banu-Jusyam,  Yahudi Banu  Aus,  Yahudi  Banu  Tha’laba,  Jafna  dan Banu Syutaiba5 berlaku sama seperti terhadap mereka sendiri.
“Bahwa tiada seorang dari  mereka  itu  boleh  keluar  kecuali dengan ijin Muhammad s.a.w.
“Bahwa seseorang tidak boleh dirintangi menuntut haknya karena dilukai; dan barangsiapa  yang  diserang  ia  dan  keluarganya harus  berjaga  diri,  kecuali jika ia menganiaya. Bahwa Allah juga yang menentukan ini.
Bahwa  orang-orang  Yahudi  berkewajiban  menanggung   nafkah mereka  sendiri  dan  kaum Musliminpun berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri pula. Antara  mereka  harus  ada  tolong menolong  dalam  menghadapi  orang yang hendak menyerang pihak yang mengadakan piagam perjanjian ini.
“Bahwa     mereka     sama-sama      berkewajiban,      saling nasehat-menasehati  dan  saling  berbuat kebaikan dan menjauhi segala perbuatan dosa. ”Bahwa seseorang tidak dibenarkan  melakukan  perbuatan  salah terhadap  sekutunya,  dan bahwa yang harus ditolong ialah yang teraniaya.
“Bahwa orang-orang Yahudi  berkewajiban  mengeluarkan  belanja bersama orang-orang beriman selama masih dalam keadaan perang.
“Bahwa  kota Yathir adalah kota yang dihormati bagi orang yang mengakui perjanjian ini.
“Bahwa tetangga itu seperti jiwa sendiri, tidak boleh diganggu dan diperlakukan dengan perbuatan jahat.
“Bahwa tempat yang dihormati itu tak boleh didiami orang tanpa ijin penduduknya.
“Bahwa bila diantara orang-orang yang mengakui perjanjian  ini terjadi  suatu  perselisihan yang dikuatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka tempat  kembalinya  kepada  Allah  dan  kepada Muhammad  Rasulullah  -s.a.w.  – dan bahwa Allah bersama orang yang teguh dan setia memegang perjanjian ini
“Bahwa melindungi orang-orang  Quraisy  atau  menolong  mereka tidak dibenarkan.
“Bahwa  antara mereka harus saling membantu melawan orang yang mau  menyerang  Yathrib  ini.  Tetapi  apabila  telah   diajak berdamai maka sambutlah ajakan perdamaian itu.
“Bahwa  apabila  mereka diajak berdamai, maka orang-orang yang beriman  wajib  menyambutnya,  kecuali   kepada   orang   yang memerangi  agama.  Bagi  setiap  orang,  dari pihaknya sendiri mempunyai bagiannya masing-masing.
“Bahwa orang-orang Yahudi Aus, baik diri mereka  sendiri  atau pengikut-pengikut  mereka  mempunyai  kewajiban seperti mereka yang sudah menyetujui naskah perjanjian ini dengan segala kewajiban   sepenuhnya  dari  mereka  yang  menyetujui  naskah perjanjian ini.
“Bahwa kebaikan itu bukanlah kejahatan  dan  bagi  orang  yang melakukannya  hanya  akan memikul sendiri akibatnya. Dan bahwa Allah bersama pihak  yang  benar  dan  patuh  menjalankan  isi perjanjian ini
“Bahwa orang tidak akan melanggar isi perjanjian ini, kalau ia bukan orang yang aniaya dan jahat.
“Bahwa barangsiapa yang keluar atau tinggal dalam kota Medinah ini, keselamatannya tetap terjamin, kecuali orang yang berbuat aniaya dan melakukan kejahatan.
“Sesungguhnya Allah melindungi orang yang berbuat kebaikan dan bertakwa.”
Inilah  dokumen  politik  yang telah diletakkan Muhammad sejak seribu tiga ratus lima puluh tahun yang lalu  dan  yang  telah menetapkan  adanya  kebebasan  beragama,  kebebasan menyatakan pendapat; tentang keselamatan harta-benda dan  larangan  orang  melakukan  kejahatan.  Ia  telah  membukakan  pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban dunia masa itu. Apabila   dalam penandatanganan  dokumen  ini orang-orang Yahudi Banu Quraiza, Banu’n-Nadzir dan Banu Qainuqa tidak ikut serta,  namun  tidak selang  lama  sesudah itu merekapun mengadakan perjanjian yang serupa dengan Nabi.
 
3.      Keteladanan Nabi Muhammad saw dan Para Sahabatnya

a.        Proses Hijrah Nabi Muhammad saw
Muhammad saw. diangkat sebagai Nabi dan Rasul di kota Mekkah. Namun karena keselamatan Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin ditempat ini terganggu, dan Nabi Muhammad saw. tidak dapat melaksanakan dakwahnya dengan baik, maka beliau dan kaum muslimin Mekkah hijrah ketempat yang aman yang dapat mendukung dakwah, yitu Yatsrib (Madinah). Dalam waktu dua bulan, hampir semua kaum muslimin telah meninggalkan Mekkah. Hanya Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib yang tetap tinggal menemani Nabi Muhammad saw.
Berbagai halangan dan rintangan menghadang perjalanan hijrah Nabim Muhammad saw ke Madinah, seperti pengepungan rumah Nabi Muhammad saw. oleh kaum kafir Quraisy, pencarian terhadap Nabi saw. Akan tetapi, halangan dan rintangan tersebut bisa beliau lewati atas pertolongan Allah SWT. Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan di bawah terik panas matahari, maka pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke-13 dari kenabian, Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar tiba didaerah Quba yang letaknya tidak jauh dari Madinah. Beliau beristirahat selama 4 hari di rumah Kultsum bin Hamdan dari Suku Aus, sementara Abu Bakar tinggal di rumah Habib bin Asaf dari Suku Khazraj.
Selanjutnya datang rombongan yang enyusul untuk hijrah kr Madinah yang dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib. Mereka terdiri dari keluarga Nabi saw. dan Abu Bakar.
Sesampainya di Quba, Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin membangun masjid untuk melaksanakan ibadah. Masjid ini didirikan di atas tanah wakaf dari Kultsum bin Hamdan. Inilah masjid pertama yang dibangun oleh kaum muslimin. Setalah pembanguna masjid itu selesai, masjid tersebut di beri nama Masjid Taqwa, yang kita kenal sekarang dengan nama Masjid Quba.
Pada Jumat tanggal 16 Rabiul Awal tahun ke 1 Hijriyah atau tanggal 2 Juli 622 Masehi, Nabi Muhammad saw. bersama rombongan tiba di Madinah. Mereka disambut dengan meriah dan penuh kegembiraan oleh masyarakat Madinah.
Mendirikan Masjid Nabawi sebagai tempat ibadah. Selain itu, Masjid Nabawi berperan penting untuk mempersatukan kaum muslimin dari berbagai macam suku dan etnis
Mempersaudarakan antara golongan Muhajirin (kaum muslimin yang hijrah dari Mekkah ke Madinah) dengan golongan Anshar (penduduk Madinah yang menyambut baik kedatangan Nabi Muhammad saw. dan kaum Muhajirin). Persaudaraan ini tidak berdasarkan pada ikatan darah, atas dasar agama.
Mendeklarasikan Piagam Madinah yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas keamanan msayarakat Madinah antara kaum muslimin dengan kaum Yahudi dan sisa-sisa suku Arab yang belum mau menerima Islam dan tetap memuja berhala.

b.        Reaksi Masyarakat Yastrib terhadap Kaum Muhajirin
Nabi Munammad saw dan para pengikutnya tiba di Madinah pada tahun 622 M. Kedatangan Nabi Muhammad saw dan umat islam di sambut meriah oleh masyarakat kota tersebut. Hampr semua lapisan masyarakat menyambut gembira kedatangan beliau. Mereka isambut dengan syair pujian yang biasa di sebut dengan sholawat Badar. 
“ Telah tiba cahaya purnama di hadapan kita
Yang muncul dari balik bukit
Karenanya kita wajib bersyukur
Sebab masih ada orang yang mau mengajak ke jalan Allah
Syair pujian itu melambangkan kemenangan perjuangan Nabi dan umat
Islam dalam memperjuangkan dan menegakkan ajaran Islam.
Bagi mereka yang tidak sukadengan kedatangan Nabi Muhammad saw dan umat Islam, tidak ada pilihan lain kecuali mengikutikeinginan masyarakat banyak di Madinah. Setelah itu, kota Yastrib di ubah namanya menjadi Madinah al-Nabi ( kota yang penuh cahaya terang )
Dengan diterimanya Nabi dan Umat Islam oleh masyarakat Madinah maka Nabi Muhammad saw memberikan gelar kepada umat Islam Madinah dengan sambutan kaum Ansar, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi penolong. Sementara umat Islam yang datang dari Mekah Diberi nama kaum Muhajirin . 

c.         Hubungan antara Muhajirin dan Ansar
Kita sering menemukan pada banyak daerah yang mana masyarakatnya terdiri dari dua kelompok,  kelompok pendatang dan penduduk asli daerah. Di dalam Islam dua kelompok tersebut dikenal dengan konsep Muhajirin dan Anshar. Mereka hidup rukun dan damai dengan toleransi tingkat tinggi.
Perlu juga diingat oleh pemikir muslim, sungguh sebuah kekeliruan jika konsep ” Masyarakat Madani ” disamakan dengan konsep  Civil Society  yang konsepnya dilahirkan oleh pemikir non muslim. Kedua konsep itu sangat berbeda background nya. Civil Society merupakan akumulasi pemikiran filosofis.   Sementara Masyarakat Madani merupakan konsep tentang realitas kehidupan masyarakat madinah dibawah naungan Nur Ilahi ( penataan perilaku masyarakat bukan berdasarkan pemikiran manusia).
Umat Islam yang bertempat tinggal di Madinah pada masa Nabi Muhammad SAW   memang telah menjadi “dua kaum”, yakni kaum Muhajirin, yakni mereka yang berhijrah dari Makkah (sebagai pendatang)  dan kaum Anshar  yakni penduduk asli Madinah (sebagai kelompok penolong).
 Setiap permasalahan yang dihadapi selalu di-”musyawarah“-kan. Sehingga bentuk masyarakat yang tercipta adalah masyarakat tanpa kekerasan,  itulah konsep masyarakat madani.  Sekilas tentang keadaan mereka sebagai berikut;

·         Kaum Muhajirin
Kaum Muhajirin ini telah mengalami siksaan yang tiada henti-hentinya dari orang-orang kafir Makkah, sehingga tak tertahankan lagi untuk terus menetap di sana. Keadaan inilah yang memaksa mereka untuk berhijrah ke Madinah. Orang-orang kafir Makkah menguasai tempat tinggal dan harta benda yang mereka tinggalkan. Maka dari itu Allah SWT menyebut mereka didalam Al-Qur’an sebagai Fakir, atau dengan kata lain amat sangat miskin.
Ciri-ciri ke-dua dari para Muhajirin ini adalah alasan yang melatar-belakangi kepergian mereka meninggalkan kampung-halaman mereka. Mereka berhijrah bukan demi keuntungan duniawi berupa apapun. Dapat dipastikan bahwa mereka melakukannya demi mencari ridha Allah SWT dalam kehidupan di dunia ini, dan untuk mencari karunia-Nya di Hari Pembalasan kelak.
Ciri-ciri yang ke-tiga, mereka berhijrah untuk menolong Allah SWT dan Rasulullah SAW.Maksud dari menolong Allah SWT disini adalah menolong dalam hal mendakwahkan Al-Islam.Mereka telah memberikan pengorbanan yang luar biasa demi mencapai dua macam tujuan di atas.
Ciri-ciri ke-empat dari para Muhajirin ini adalah, mereka itu benar dalam kata dan perbuatan.Mereka berdiri tegak diatas ikrar yang mereka ucapkan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW (mengucapkan dua kalimat syahadat) di awal mula mereka masuk Islam
·         Kaum Anshar
Penting untuk digaris-bawahi, bahwa Imam Malik menganggap kota Madinah adalah kota yang paling diberkati oleh Allah SWT dan merupakan kota yang amat berbeda dengan kota-kota lain di dunia ini. Sebab, kota ini telah tertaklukkan oleh Iman. Maka, Allah SWT menyatakan bahwa ciri-ciri pertama dari kaum Anshar adalah, mereka dibesarkan di kota yang dimuliakan, karena dipersiapkan sebagai tempat bernaung bagi Rasulullah SAW dan para pengikutnya.
Cir-ciri yang ke-dua, kaum Anshar tidak memandang para Muhajirin yang tak berdaya itu sebagai aral atas diri mereka. Mereka menerima para Muhajirin dengan tangan terbuka dan mencintai mereka secara tulus. Mereka sangat termotivasi dengan ketentuan dari Allah, bahwa orang beriman itu bersudara sesamanya. Karena cinta persudaraan  inilah, kaum Anshar rela berbagi rata seluruh kepemilikan mereka dengan kaum Muhajirin, bahkan sampai pada perlengkapan rumah-tangga pun mereka bagikan. Dalam menjalankan hal ini, orang Anshar memperkenalkan saudaranya dari Muhajirin kepada istri-istrinya, kemudian ia menyuruh saudaranya muhajirin itu untuk memilih yang mana yang paling menarik hatinya
Ciri-ciri yang ke-tiga dari kaum Anshar adalah, mereka menerima dengan sepenuh-hati apapun yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada kaum Muhajirin. Sebagai contoh, ketika kaum Muslim berhasil mengambil alih kendali atas harta kekayaan dari Banu Nadhir dan Banu Qainuqa’ tanpa menempuh jalan pertempuran, harta benda itu harus dibagikan oleh Rasulullah SAW kepada lima kategori penerima Fa’i sebagaimana tersebut didalam Al-Qur’an. Maka beliau meminta Tsabit bin Qaish RA untuk mengumpulkan kaum Anshar. Beliau kemudian berkhutbah di hadapan mereka dan memuji perilaku keteladanan mereka terhadap para Muhajirin. Selanjutnya, Nabi SAW menawarkan dua pilihan berkaitan dengan pembagian kepemilikan harta kekayaan yang baru saja diperoleh itu, “Jika kubagikan perolehan ini kepada semua orang Anshar dan Muhajirin, maka para Muhajirin masih akan terus tinggal di rumah para Anshar. Pilihan lainnya, kubagikan perolehan ini hanya kepada para Muhajirin dan dengan demikian mereka bisa meninggalkan rumah para Anshar dan memulai hidup mandiri.” Pemimpin kaum Anshar, Sa’ad bin ‘Ibada dan Sa’ad bin Ma’az menanggapi, “Silahkan, bagikanlah diantara kaum Muhajirin saja, dan hendaklah merekapun tetap tinggal di rumah kami.” Kaum Anshar berbuat demikian bagaikan mereka sama sekali tidak membutuhkan harta itu. Namun, dua orang Anshar yang sangat membutuhkan, yakni Sahal bin Hanif RA dan Abu Dujana RA juga memperoleh bagian.
Ciri-ciri ke-empat dari kaum Anshar adalah, mereka lebih cenderung mencukupi kebutuhan kaum Muhajirin, walaupun mereka juga mempunyai kebutuhan yang sama.
Qurthubi telah menguraikan beberapa situasi yang menyangkut hubungan Muhajirin dan Anshar. Beberapa diantaranya disajikan disini karena sangat penting untuk penyadaran seluruh umat manusia.
Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa, suatu kali seseorang datang kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata, “Saya teramat sangat lapar dan sudah tak tertahankan lagi.”Maka Rasulullah bertanya kepada istri-istri beliau adakah makanan di rumah.Mereka menjawab bahwa tidak ada lagi makanan, hanya air saja yang tersedia.Maka, beliau bertanya kepada para sahabat, “Siapa yang akan menjamu saudara kita ini pada malam ini?”Seorang Anshar menawarkan diri.Ia membawa saudara yang kelaparan itu ke rumahnya dan menyuruh istrinya menyajikan makanan. Tetapi istrinya menjawab, “Makanan hanya pas-pasan untuk dibagikan pada anak-anak kita saja.”Orang Anshar itupun berkata kepada istrinya,”Baringkanlah anak-anak, agar mereka tertidur.Lalu, sajikankah makanan itu dan matikanlah lentera.Aku harus berpura-pura makan bersama tamu kita ini.Ia tidak akan mengetahuinya dalam gelap.”Maka tamu itupun makan, dan keesokan harinya kedua orang itu kembali menjumpai Rasulullah SAW.Maka Nabi SAW memberi ucapan selamat kepada orang Anshar ini, beliau bersabda, “Allah SWT sangat menyukai keramah-tamahanmu tadi malam.” (Tirmidzi)
Nasa’i mengisahkan bahwa sekali waktu Abdullah bin Umar RA jatuh sakit, ia ingin sekali makan beberapa butir buah anggur. Maka dibelilah buah anggur dan dibawakan kepadanya.Kebetulan sekali, datang seorang meminta-minta, Ibnu Umar RA pun memberikan anggur itu. Salah seorang yang menjenguk Ibnu Umar mengikuti kemana perginya pengemis itu, dibelinya lagi anggur itu dari si pengemis dan diberikannya lagi kepada Ibnu Umar RA. Pengemis itu hendak kembali lagi kepada Ibnu Umar RA untuk meminta-minta, tetapi orang-orang melarangnya untuk kembali lagi. Kebetulan Ibnu Umar RA mengira bahwa buah anggur yang dikirimkan kepadanya dibeli di pasar, kalau saja tidak berpikir demikian maka pastilah ia gagal menikmati buah anggur itu untuk ketiga-kalinya.
Umar RA menugaskan pembantunya untuk mengamati bagaimana uang itu dibelanjakan.Sang pembantu melaporkan bahwa Abu Ubaidah membagi-bagikan uang itu kepada orang-orang yang membutuhkan.
Khalifah Umar RA juga mengirimkan uang dengan jumlah yang sama kepada Muaz bin Jabal RA melalui pembantu beliau, dan memerintahnya agar mengamati bagaimana uang itu dibelanjakan. Pembantu itu melaporkan kepada Umar RA bahwa Muaz juga membagi-bagikan uang itu untuk mereka yang membutuhkan.Ketika tersisa dua dinar, istri Muaz berkata, “Akupun orang miskin, maka akupun juga pantas mendapat bagian.”Muaz pun memberikan sisa uang itu kepada istrinya.Khalifah Umar berkata kepada pembantunya, “Mereka semuanya bersaudara dan serupa pula sifat-sifatnya.”
Allah SWT menggolongkan Umat Nabi Muhammad SAW dalam tiga kelompok; Muhajirin, Anshar, dan selebihnya yang bukan dari Muhajirin ataupun Anshar. Kelompok ke-tiga ini haruslah secara tulus menghargai para sahabat Nabi Muhammad SAW, karena mereka itu bukan saja menonjol dari segi kemurnian Iman mereka, tetapi juga melalui mereka itulah Iman ini sampai kepada kita. Dengan demikian, Kelompok ke-tiga ini hendaklah mendo’akan para sahabat Rasulullah SAW, dan jangan memendam aneka perasaan tidak nyaman dalam hal apapun didalam hati terhadap para sahabat Rasulullah Muhammad SAW.Do’a yang sangat indah itu diajarkan oleh Allah SWT dalam Surat Al-Hasyr Ayat 10.

 Semoga Allah SWT memberikan kemampuan kepada kita untuk menghargai dan menghormati keutamaan para Sahabat Rasulullah SAW, sehingga kita bisa dimasukkan Allah SWT kedalam kelompok yang ke-tiga dari Umat Muhammad Rasulullah SAW, dan memperoleh keberhasilan didalam kehidupan yang sekarang maupun di kehidupan mendatang. Terutama meneladani Keutamaan karakter sikap para Sahabat Rasulullah SAW  Muhajirin dan Anshar dalam hidup bermasyarakat. Amiin.

d.        Hubungan antara Kaum Muslim dan Non Muslim
Islam adalah agama pembawa rahmat dan berwatak toleran.  Ia sangat mendambakan keadilan dan kedamaian serta menjunjung tinggi kemuliaan dan kebebasan manusia.  Dan, ini bukanlah slogan kosong tanpa bukti, melainkan prinsip dasar yang inheren dalam rancang-bangun Islam.

Sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an, Allah mengutus rasul-Nya, Muhammad saw. sebagai “rahmat bagi semesta alam.[1][1] Nabi Muhammad saw. sendiri menyatakan tujuan risalah Islam yang dibawanya sebagai, “Hanyasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”[2][2] Islam juga memberikan kepada manusia kebebasan menetukan pilihan, bahkan dalam hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan (akidah) sekalipun.  

e.         Islam dan Toleransi Agama
Dalam Islam, kebebasan beragama dan berkeyakinan mendapat jaminan yang jelas dan pasti.  Dalam perspektif Islam, Al-Qur’an telah secara jelas dan tegas menyatakan, “Lâ ikrâha fi and-dîn” [Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)].[3][6] Di sini, Islam melarang secara tegas berbagai bentuk pemaksaan untuk menganut agama tertentu.   Secara demikian, penegasan Al-Qur’an tentang kebebasan manusia untuk beriman atau kufur tanpa paksaan merupakan prinsip yang tidak lagi dapat ditawar.  Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir,” demikian pernyataan Al-Qurân.[4][7]

f.         Meneladani Masyarakat Madinah Sesudah Islam
Setelah kaum Muhajirin menetap di Madinah, Nabi Muhammad SAW mulai mengatur strategi untuk membentuk masyarakat Islam yang terbebas dari ancaman dan tekanan (intimidasi). Pertalian hubungan kekeluargaan antara penduduk Madinah (kaum Anshar) dan kaum Muhajirin dipererat dengan mengadakan perjanjian untuk saling membantu antara kaum Muslim dan non muslim. Nabi juga mulai menyusun strategi ekonomi., sosial, serta dasar-dasar pemerintahan Islam.
Kaum muhajirin adalah kaum yang sabar. Meskipun banyak rintangan dan hambatan dalam kehidupan yang menyebabkan kesulitan ekonomi, namun mereka selalu sabar dan tabah dalam menghadapinya dan tidak berputus asa.
Kaum Kafir Quraisy memboikot kepada kaum muslimin, mereka tidak mengeluh apalagi putus asa, sekalipun mereka sangat kesulitan dalam perekonomian, bahkan mereka tidak mempunyai bahan makanan yang dapat dimasak tetapi tetap sabar dalam menjalankan agamanya.
Kaum Muhajirin walau demikian tetap semangat dan gigih dalam mempertahankan akidah dan syari’at islam, sekalipun mereka dianiaya oleh kaum kafir, bahkan sampai meninggalpun mereka tetap mempertahankan agamanya. Mereka memiliki iman yang kuat dan taqwa kepada Allah SWT.
Kaum muhajirin sewaktu hendak melakukan hijrah, mereka diancam akan dibunuh oleh kaum kafir Quraisy, tetapi hijrah tetap dilaksanakan. Budak yang telah masuk Islam yaitu Bilal, Ia disiksa oleh kaum kafir Quraisy dengan siksaan yang dahsyat, ditelentangkan di pasir yang sangat panas, kaki dan tangan diikat, dicambuk dan badannya ditindih dengan batu yang sangat besar, namun ia tetap mempertahankan Islam
Kesabaran dan kegigihan kaum muhajirin sangat luar biasa. Setelah di Madinah, tantangan dan hambatan juga tidak sedikit. Ada tiga golongan yang dihadapi kaum Muhajirin yaitu:
  1. Para shabat yang merupakan orang-orang pilihan , mulia dan ahli kebajikan
  2. Kaum musrikin yang belum beriman sementara mereka berasal dari jantung kabilah-kabilah di Madinah.
  3. Orang-orang Yahudi
Problematika kaum muhajirin yang pertama yaitu terkait dengan kondisi Madinah yang berbeda dengan di Makah. Hidup sebagai orang yang tertekan, dihina dan terusir dari Makah.
Kaum Muhajirin tidak memiliki apa-apa bahkan keberadaannya mereka di Madinah berkat meloloskan diri. Mereka tidak memiliki tempat berlindung, tidak memiliki pekerjaan guna memenuhi hidup sehari-hari.
Ke dua yang menjadi problema yaitu orang-orang musyrikin Madinah ada yang menyimpan rasa dendam dan permusuhan terhadap Rasul & kaum Muhajirin, pura-pura masuk islam tetapi tetap menyimpan kekufuran, berbuat makar, pemanfaatan terhadap anak-anak kecil dan orang-orang lugu dari kalangan kaum muslimin sebagai kaki tangan didalam melaksanakan rencana busuk mereka.
Problema ke tiga yaitu orang-orang Yahudi yang selalu membangga-banggakan kebangsaannya dan selalu mengejek orang-orang arab dengan ejekan yang sangat keterlaluan sampai mereka menjuluki orang-orang arab sebagai Ummiyun (orang-orang yang buta huruf dalam artian orang yang primitif yang lugu dan kaum hina-dina yang terbelakang, mereka beranggapan harta orang arab halal bagi mereka, mereka bisa memakan atau memakainya sesuka mungkin, Selain itu mereka tukang menyebarkan isu, menebarkan permusuhan diantara sesama kabilah sehingga perang berdarah terjadi diantara mereka.
Ada tiga kabilah Yahudi yang masyhur di kota Yatsrib yaitu Bani Qainuqa , Bani Nadhir dan Bani Quraizhah. Kabilah-kabilah ini yang selalu menyulut api peperangan antara suku Aus dan Khazraj . Kabilah-kabilah Yahudi ini selalu memandang kebencian dan dengki terhadap Islam.
Rasulullah SAW setelah di Madinah sebagai kaum Muhajirin dalam posisinya sebagai seorang Rasul, penunjuk jalan kebenaran, pemimpin dan komandan. Rasulullah SAW telah menyelesaikan problema-problema di Madinah dengan penyelesaian yang sangat bijak. Setiap kaum diperlakukan dengan kasih sayang tidak ada kekerasan dan siksaan.
Sebagai pelajar, banyak sekali perihal yang dapat kita teladani dari kaum muhajirin selain kegigihan, ketabahan, keperwiraan, kesabaran dan lain sebagainya, sikap suka membaca dan mempelajari serta mengamalkan Al Qur’an, sangat penting untuk kita ikuti dan teladani.




BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan

         MasyarakatArab mayoritas sebagai pedagang, demikian juga yang dilakukan Muhammad semenjak kecil. Ia seringkali dibawa oleh pamannya Abi Talib untuk berdagang ke negeri Syam (Syiria). Kebiasaan berdagang ini menjadi alat untuk memperkuat roda pemerintahan yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw. Terutama keika mendirikan “ Negara Islam” di Madinah. Beliau menjadi kepala negara sekaligus menjadi manager terhadap sahabat-sahabatanya yang berkencimpung di dunia perdagangan.
        
B.     Saran
         Berdasarkan makalah ini, saran yang dapat diambil yaitu:
1.              Meneladani akhlak Nabi Muhammad saw.
2.              Mencontoh perilaku Nabi Muhammad saw.
3.              Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.






Comments

Popular posts from this blog

Contoh Proposal Makanan Khas Daerah Ubi Ungu

Contoh-Contoh Geguritan

Contoh Makalah Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia